Kamis, 30 April 2015

Hukum Perjanjian

NAMA    :  VINNY JUWANTI
NPM      :  29213159
KELAS     :  2EB25


BAB I
PENDAHULUAN

      Di dalam kehidupan tentu sangat dibutuhkan adanya hukum. Dimana hukum di berdirikan untuk mencapai tujuan bersama namun sesuai dengan aturan yang berlaku. Saat ini akan membahas tentang hukum perjanjian dimana antara kedua kata tersebut mempunyai peran penting sebagai aturan yg berlaku ketika kita memiliki perjanjian baik secara tertulis maupun lisan.
      Pengertian hukum perjanjian itu sendiri adalah adanya ikatan antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak melakukan suatu perjanjian dan yang lainnya menerima sehingga hukum tersebut mengikat perjanjian antara kedua belah pihak tersebut yang sesuai dengan norma yang berlaku.
      Di dalam hukum perjanjian tersebut tentunya memiliki aturan aturan yang sesuai dengn UU yang berlaku di negara nya masing-masing.











Bab II
ISI


Azas-azas Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:

1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
2. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Hapusnya Perjanjian

Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
a.   Pembayaran
    Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
     Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.
    Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.


c.   Pembaharuan utang atau novasi
     Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.

d.   Perjumpaan utang atau Kompensasi
     Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
     Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:

(i)       Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.

(ii)      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.

(iii)     Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).

e.   Percampuran utang
     Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.

f.   Pembebasan utang
     Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.

g.   Musnahnya barang yang terutang
     Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.



h.   Batal/Pembatalan
     Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.

Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:

(i)       Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;

(ii)      Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

i. Berlakunya suatu syarat batal
     Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

j.    Lewat waktu
     Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
     Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.



BAB III
PENUTUP

      Dengan demikian dapat kita lihat bahwa terbentuknya suatu hukum perjanjian tersebut diakibatkan adanya ikatan antara kedua belah pihak yang saling bersangkutan. Namun hukum perjanjian tersebut dapat saja dibatalkan tetapi harus memenuhi syarat- syarat dan ketentuan yang berlaku sehingga antara kedua belah pihak tidak ada yang merasa di rugikan.
      Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan sedangkan jika suatu perjanjian tidam memenuhi syarat objektif maka perjanjian tersebyt adalah batal demi hukum



DAFTAR PUSTAKA

https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/

Jumat, 10 April 2015

EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN REALITAS

NAMA       :        VINNY JUWANTI
NPM           :        29213159
KELAS      :        2EB25

BAB I
PENDAHULUAN

Hukum sering kita jumpai dalam berbagai kegiatan yang ada didunia. Namun, kita akui bahwa hukum di indonesia pada kenyataannya masih sangatlah lemah. Hukum sering ditegakkan bagi orang miskin namun bagi orang yang mempunyai jabatan atau mempunyai uang hukum tidaklah berlaku. Hukum diadakan untuk ditaati bersama agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan dan keadilan bagi siapapun.
Ekonomi di indonesia saat ini berjalan dengan kacau akibatnya tujuan dan cita-cita tidak terwujudkan dengan baik karena diakibatkan dengan terus melonjaknya harga kenaikan sembako dan tidak berjalan dengan lurus antara hukum dengan realita dalam ekonomi yang ada di indonesia.
Jika kondisi hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
BAB II
ISI

EKONOMI INDONESIA DALAM REALITAS
Terpuruk di tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami masa dimana titik kestabilan ekonomi Indonesia mencapai titik terendah. Krisis moneter yang menghantam hampir di semua negara asia pasifik menyebabkan kestabilan ekonomi dunia sedikit terganggu. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami dampak sangat parah pada bidang ekonominya.
Pertumbuhan ekonomi selama satu dasawarsa terakhir ternyata hanya menyisakan ketimpangan ekonomi yang begitu tajam. Fundamental ekonomi Indonesia dinilainya makin rapuh. Sehingga pada akhir pemerintahan SBY basis ekonomi yang berorientasi pada broad-based economy yang memprioritaskan pada komoditas ekspor ternyata tidak mampu memberikan surplus ekonomi.
Dengan lahirnya globalisme, Indonesia dipaksa untuk terjun ke dalam perdagangan bebas akibatnya pasar tradisional pun terancam dikarenakan banyaknya perusahaan asing yang mendirikan swalayan-swalayan ternama sehingga masyarakat lebih tertarik untuk pergi ke swalayan tersebut dibandingan pasar tradisional yang sudah ada sekian lamanya.
Tetapi bukan Indonesia namanya jika tidak ada ketimpangan sosial karena hasil dari sistem ekonomi yang bobrok. Lihat bagaimana sistem yang dipakai sekarang, kalau dulu kita dikenalkan dalam sejarah bahwa Indonesia dalam melakukan perdagangan melakukan barter, namun sekarang, semua itu tergantikan oleh sistem perdagangan yang menjual negara demi uang.
EKONOMI INDONESIA DALAM HUKUM
Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Semua perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak mungkin terjadi apabila manusia tidak mempunyai kesempatan dan keluasan untuk berpikir dan berkreasi. Karenanya diperlukan berbagai bentuk aturan yang mengatur bagaimana manusia agar bisa melaksanakan kegiatannya dengan aman, tidak saling mengganggu atau bahkan saling menghancurkan sehingga kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi terhambat.
Dalam pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada perkembangan Hukum dan Perkembangan bidang ekonomi yang keduanya tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa dilandasi oleh Peraturan Perundangan undangan yang baik. Pengaturan hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pembangunan ekonomi.
Dengan demikian diperlukan peranan hukum yang bertujuan untuk melindungi, mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh  masyarakat. Hukum bukan hanya dapat membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga memberi kesempatan bahkan mendorong masyarakat untuk menemukan berbagai penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan  perekonomian suatu negara.
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa ekonomi di indonesia dalam perspektif hukum dan realitas sangatlah berbanding terbalik. Dimana di dalam hukum bahwa ekonomi yang dilakukan sesuai hukum akan berjalan secara efektif yang ke depannya dapat menyejahterakan masyarakat indonesia namun pada kenyataannya ekonomi di indonesia itu sangat buruk.
Dengan demikian, kita sebagai generasi muda harus lebih menekankan hukum yang ada di indonesia agar masyarakat yang tidak mapu dapat hidup dengan sejahtera tidak dengan kenyataannya yang sekarang dapat dilihat bahwa masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang msikin semakin tertindas. Jika hukum di indonesia berjalan dengan baik maka ekonomi pun ikut berjalan dengan baik, karena pada dasarnya kegiatan yang berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku maka akan berjalan dengan tertib dan sesuai dengan tujuan pada awalnya.

DAFTAR PUSTAKA